Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KENANGA

HARAPAN BANGSA
Sebuah Impelementasi Inovasi Pendidikan Berbasis Lingkungan di PAUD Informal Kota Banjar



PENDAHULUAN

Usia dini merupakan masa keemasan (goldeg age) perkembangan kehidupan manusia yang hanya dialami satu kali seumur hidup. Upaya mencapai perkembangan yang maksimal seorang anak dibutuhkan asupan gizi seimbang, layanan kesehatan, perlindungan, kasih saying, serta rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pemberian rangsanganpendidikan  ini tidak saja dimulai sejak bayi dilahirkan, tetapi  sebelum bayi dilahirkanpun atau mulai masa kehamilan rangsangan pendidikan harus sudah diberikan. Contoh rangsangan pendidikan yang dapat diberikan pada masa kehamilan diantaranya adalah ibu yang sedang hamil disarankan untuk sering mambaca dan mendengarkan alunan ayat suci alqur’an, lebih banyak mendengarkan musik-musik lembut, musik Mozart dan kontemporer. Ibu yang sedang hamilpun diharapkan menjaga sikap, prilaku, dan perkataan. Demikian pula dengan orang-orang yang ada disekitarnya hendaknya memperlakukan seorang ibu hamil dengan lembut dan penuh kasih sayang, dengan demikian diharapkan ibu hamil terjaga perasaan, hati dan prilakunya dari hal-hal buruk yang akan berdampak pada perkembangan janin yang dikandungnya.
Setelah bayi dilahirkan, sesaat memang rangsangan pendidikan akan terpenuhi dari lingkungan keluarga (home base). Namun, seiring dengan bertambahnya usia seorang anak rangsangan pendidikan di dalam rumah tidak mencukupi kebutuhan, mereka memerlukan rangsangan pendidikan yang lebih lengkap dan lebih kompleks sebagai wahana bersosialisasi yaitu layanan pendidikan di luar rumah (center base). Layanan pendidikan yang dilakukan di rumah maupun di luar rumah hendaknya dilaksanakan secara selaras, serasi dan saling mendukung  sehingga diperoleh manfaat yang rangasangan pendidikan yang optimal.
Pendidikan usia dini merupakan fundamen kuat untuk pembentukan karakter generasi penerus yang berkualitas di masa yang akan datang, manjadi insane yang cerdas, ceria, dan berakhlak mulia serta memiliki rasa cinta terhadap lingkungan sekitar dan tanah airnya sendiri. Dengan penggunaan APE yang berasal dari lingkungan sekitar pada layanan pendidikan usia dini, diharapkan dapat merangsang sikap mampu memberdayakan diri sendiri , mampu mamanfaatkan dan menjaga lingkungan secara bertanggung jawab agar kelangsungan hidup manusia tetap terjaga.
“KENANGA” pada judul buku dan CD yang kami persembahkan merupakan nama sebuah pos PAUD yang ada di kota Banjar. Lokasi pos PAUD “KENANGA” ini terletak di dusun Lembur Balong kelurahan Pataruman Kecamatan Pataruman. Pos PAUD ini adalah satu dari 165 pos PAUD yang ada di kota Banjar yang memberikan layanan PAUD informal.
Di balik bangunan yang sederhana, melewati gang sempit dan di antara perumahan yang cukup padat, ternyata pos pAUD ini memiliki jasa yang sangat besar, karena di sana terdapat sekitar 30 sampai 40 orang siswa PAUD yang dididik dan dibina dengan penuh kasih sayang oleh 5 orang tutor PAUD untuk dikembangkan  sikap, kepribadian, pengetahuan dan keterampilannya.
 Melalui pegembangan APE yang bersumber dari limbah lingkungan yang dikembangkan oleh para tutor di pos PAUD ini, diharapkan siswa-siswa pos PAUD kenanga kelak tumbuh dan berkembang menjadi  “TUNAS-TUNAS HARAPAN BANGSA” yang mencintai lingkungan dan mampu memanfaatkannya secara bertanggung jawab.
Pos PAUD inilah yang kami observasi proses pembelajarannya untuk diformulasikan sebagai inovasi pendidikan pada tingkat pendidikan anak usia dini.



RUANG LINGKUP INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan terhadap hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dengan yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode atau alat (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1990).
Inovasi saat ini mutlak diperlukan di segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Hal ini, tentu saja tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang diberi Alloh SWT., kesempurnaan akal yang akan menuntunnya untuk terus bereksplorasi memberdayakan seluruh potensi yang ada pada dirinya sendiri dan lingkungannya.
Kegiatan inovasi yang dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru atau memformulasikan sesuatu yang sudah ada tetapi mempunyai nilai lebih, dengan salah satu tujuan agar kehidupan manusia menjadi lebih baik dan bisa mengikuti perkembangan zaman yang sangat pesat.
 Mengkaji inovasi pada bidang pendidikan tidak akan terlepas dari istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru dan belum ada sebelumnya, biasanya merujuk pada hasil karya manusia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu / benda yang sudah ada sebelumnya.
Inovasi pendidikan dapat diartikan sebagai usaha menemukan menemukan sesuatu hal yang baru dengan jalan melakukan kegiatan invention dan discovery pada bidang pendidikan. “Inovation is an idea, practice or object that perceived as new by an individual or other unit of adoption”.  
Berikut adalah pengertian inovasi pendidikan yang diberikan para ahli :
1.       Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
2.       Ibrahim (1989) mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan.
3.       Prof. Azis mengartikan Inovasi adalah mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa  ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.
4.       Inovasi pendidikan menurut Tilaar harus didukung oleh kesadaran masyarakat untuk berubah. Apabila suatu masyarakat belum menghendaki suatu sistem pendidikanyang diinginkan maka tidak akan mungkin suatu perubahan atau inovasi pendidikan terjadi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode, media pembelajaran yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi dunia pendidikan yang meliputi segala bidang.
A.     INOVASI BIDANG MANAJERIAL, KURIKULUM, DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Inovasi managerial dalam pendidikan bisa berbentuk inovasi dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan, sehingga pihak pengelola pendidikan bisa memberikan layanan pendidikan dengan baik. Untuk tujuan ini MBS (manajemen berbasis sekolah) merupakan salah satu contoh dari inovasi / perubahan dalam manajemen pendidikan. Dengan MBS, sekolah memiliki kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur  penyelenggaran pendidikan  berdasarkan semangat desentralisasi pendidikan. MBS juga merupakan contoh bottom up innovation dalam penyelenggaraan pendidikan.
Demikian pula, penyelenggara pendidikan dituntut untuk berinovasi dalam berbagai bidang, baik dalam pencarian dana, jalinan kerjasama dengan pihak lain, kegiatan manajemen, maupun dalam segi promosi. Inovasi pada kegiatan promosi sebuah lembaga pendidikan sebagai upaya memperkenalkan secara luas program, proses, dan produk pendidikan akan membawa perubahan besar, karena akan membuat nilai jual yang lebih lembaga pendidikan tersebut.
Inovasi teknologi dalam bidang pendidikan merupakan upaya untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi yang akan mendukung perkembangan pendidikan, baik berupa penggunaan perangkat maupun akses-akses pendidikan yang tidak terbatas.
Inovasi teknologi bidang pendidikan saat ini tidak bisa dihindari lagi, karena terdapat keterkaitan yang sangat erat antara perkembangan teknologi informasi dengan perkembangan pendidikan. Hal ini, akan berdampak pada tuntutan peningkatan sumber daya manusia yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung di dunia pendidikan, diharapkan dapat menguasai teknologi dan informasi yang terus berkembang.
Sedangkan Inovasi kurikulum sangat dibutuh dalam dunia pendidikan agar penyelenggaraan dan program-program pembelajaran yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikan senantiasa mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan. Program pembelajaran hendaknya dikemas dan disajikan sedemikian rupa menjadi suatu hal yang menarik dan betul-betul dirasakan manfaatnya bagi kehidupan manusia, sehingga program pembelajaran yang diberikan kepada siswa dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Penyajian program pembelajaranpun harus mampu bersaing dengan tontonan yang kurang bermanfaat yang disajikan terus-menerus selama 24 jam melalui tayangan TV di lingkungan yang lebih dekat dengan anak. Dengan demikian, pihak penyelenggara pendidikan serta pelaksana proses pembelajaran dituntut untuk melaksanakan inovasi kurikulum, agar pembelajaran tetap merupakan suatu hal yang menarik bagi anak dan menjadi suatu kebutuhan dasar kehidupannya.
Inovasi kurikulumpun harus mampu mengakomodasi perkembangan teknologi, informasi dan perkembangan dunia maya yang semakin mudah diakses oleh siswa pada saat ini. 

B.     MODEL INOVASI PENDIDIKAN
  1. Top Down Inovation
Inovasi model Top Down ini sengaja diciptakan oleh atasan (pemerintah) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya, sehingga bawahan tidak punya otoritas untuk menolak.
Contoh adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidikan dan lain-lain.
  1. Bottom Up Inovation
Bottom up inovatio adalah model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan, biasanya dilakukan oleh para guru. Contoh penerapan bottom up innovation adalah pengembangan metode dan media pembelajaran hasil kreasi guru mata pelajaran, menganalisis kesulitan pembelajaran melalui PTK, pengorganisasian dan pengelolaan siswa dalam pembelajaran yang efektif, dll.
  1. Desentralisasi dan Demokratisasi pendidikan.
Perjalanan pendidikan nasional yang panjang mencapai suatu masa yang demokratis kalau tidak dapat disebut liberal-ketika pada saat ini otonomisasi pendidikan melalui berbagai instrument kebijakan, mulai UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Mili
Pendidikan Nasional melalui privatisasi perguruan tinggi negeri-dengan status baru yaitu Badan Hukum Milik Negara (BHMN) melalui PP No. 60 tahun 2000, sampai UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan, pembiayaan pendidikan, juga kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah. Dalam konteks ini pula, pendidikan berusaha dikembalikan untuk melahirkan insan-insan akademis dan intelektual yang diharapkan dapat membangun bangsa secara demokratis, bukan menghancurkan bangsa dengan budaya-budaya korupsi kolusi dan nepotisme, dimana peran pendidikan (agama, moral dan kenegaraan) yang didapat dibangku sekolah dengan tidak semestinya.
Jika kita merujuk pada undang-undang Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah maka Desentralisasi pendidikan bisa diartikan sebagai pemberian kewenangan untuk mengatur pendidikan di daerah, terdapat dua konsep desentralisasi pendidikan.
Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi ini lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.





ADA APA DENGAN PAUD INFORMAL ?

Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD saat ini, mengalami perkembangan yang pesat, dapat dilihat dari peningkatan jumlah satuan pendidikan di seluruh pelosok tanah air. Perkembangan paling menggembirakan bila dilihat dari segi kuantitas atau jumlah layanan pendidikan anak usia dini adalah layanan PAUD informal. Layanan pendidikan yang diprakarsai oleh masyarakat secara mandiri ini merupakan hal yang positif karena dapat mendongkrak ketercapaian tujuan program pendidikan nasional, tetapi tentu saja penyelenggaraannya harus bermutu dan berkeadilan sesuai prinsip pembengunan pendidikan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia diberikan sejak usia dini. Dijelaskan secara tegas pada pasal 1 butir 4 bahwa Pendidikan Anak Usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan. Rangsangan pendidikan ditujukan sebagai upaya membantu mancapai pertumbuhan serta perkembangan anak usia dini dari aspek jasmani dan rohani, agar anak memiliki memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Selanjutnya pada pasal 28, dinyatakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal seperti TK, RA, dll., jalur pendidikan nonformal TPA, KOBER, dll., serta jalur pendidikan informal seperti pos PAUD.
Namun kenyataan berkata lain, layanan pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan pemerintah melalui jalur pendidikan formal keberadaannya masih terbatas, kalaupun ada masih sulit dijangkau oleh masyarakat baik lokasi maupun biaya. Oleh karena itu, dengan munculnya keberadaan pos PAUD informal yang cukup pesat akhir-akhir ini, tentu sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan anak usia dini.

A.     DASAR HUKUM PENDIRIAN POS PAUD
1)      UUD 1945
2)      UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional
3)      UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
4)      UU No. 17 Tahun 2007 tentang rencana Pembangunan Jangka Panjang
5)      PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP
6)      Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang PAUD
7)      Permendiknas No. 31 Tahun 2007 tentang Organisasi dan
8)      Tata kerja Dirjen. Pendidikan non formal dan informal

B.     PRINSIP PENYELENGGARAAN POS PAUD
1)      Berbasis Masyarakat
Pos PAUD dikelola dengan prinsip  “oleh, dari, dan untuk masyarakat”. Pos PAUD  dibentuk atas kesepakatan masyarakat berdasarkan azas gotong-royong, kerelaan, dan kebersamaan. Unsur Pembina pos PAUD terdiri dari unsur perangkat desa/kelurahan, dewan perwakilan desa/kelurahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK dan organisasi masyarakat lainnya.
2)      Prinsip Kesederhanaan
Penyelenggaraan poa PAUD harus mengembangkan prinsip kesederhanaan program, kesederhanaan mainan, kesederhanaan pengelolaan, kesederhanaan tempat, dan kesederhanaan pakaian.
Kesederhanaan program mempunyai makna program pembelajaran di pos PAUD dilakukan secara sederhana dalam bentuk pengasuhan dan bermain bersama.
Kesederhanaan mainan mangandung arti mainan atau APE yang digunakan di pos PAUD agar diusahakan untuk dibuat sendiri dari bahan yang tersedia dilingkungan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin kekayaan alam sekitar. APE ini bisa dipersiapkan oleh tutor bekerjasama dengan orang tua.
Kesederhanaan pengelolaan berarti pos PAUD dikelola oleh masyarakat lingkungan sekitar dengan dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparat desa.
Sedangkan prinsip kesederhanaan tempat penyelengaraan pos PAUD diartikan bahwa bangunan pos PAUD dapat memanfaatkan bangunan atau fasilitas umum yang tersedia seperti balai desa, sekolah, sarana ibadah atau yang lainnya dengan catatan utama mudah dijangkau oleh masyarakat.
Kesederhanaan pakaian mempunyai arti pakaian yang dikenakan peserta didik, pendidik, dan pengelola pos PAUD tidak diwajibkan berseragam yang penting bersih, sopan, dan layak pakai. Apabila orang tua menghendaki adanya pakaian seragam harus dimusyawarahkan secara bijaksana dan tidak memberatkan.
3)      Prinsip Murah, Mudah, dan Bermutu
Prinsip murah, dengan mengembangkan prinsip pengelolaan dari, oleh, dan untuk masyarakat serta memanfaatkan potensi lingkungan, membuat kegiatan di pos PAUD terjangkau oleh masyarakat. Semua biaya dibahas bersama dicarikan sumber dayanya dan solusi pmecahannya. Prinsip mudah, melalui pengembangan prinsip lkesederhanaan menjadikan pos PAUD mudah melaksanakan kegiatan yang mencakup aspek persyaratan, proses, dan system evaluasi. Prinsip bermutu, kualitas bermutu di PAUD meliputi keterpaduan layanan pembinaan orang tua melalui BKB, layanan kesehatan dan gizi melalui posyandu serta keterpaduan pemberian rangsangan pendidikan yang dilakukan di pos PAUD.
Melalui pengembangan prinsip-prinsip di atas layanan rangsangan pendidikan yang diterima anak di pos PAUD diberikan secara utuh dan terpadu.

C.     PEMBIAYAAN POS PAUD
Pembiayaan kegiatan di Pos PAUD meliputi :
1)      Perawatan sarana dan prasarana
2)      Pembelian dan perawatan APE
3)      Biaya operasional kegiatan
4)      Peningkatan keterampilan kader
5)      Insentif kader
6)      Keikutsertaan dalam HIMPAUDI
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas, dapat dibiayai dari beberapa sumber pembiayaan, yaitu :
1)      Iuran orang tua
2)      Sumbangan donator
3)      Bantuan desa
4)      Bantuan Pemerintah (APBD I, APBD II, APBN)
5)      Bantuan pihak lain yang tidak mengikat
Itulah informasi singkat mengenai layanan pendidikan pos PAUD informal. Apabila dikaji lebih dalam terdapat beberapa keuntungan dalam penyelenggaraannya, antara lain sebagai kegiatan yang bersumber dari pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan dan anak, meningkatkan indeks pendidikan, meningkatkan kualitas hidup anak usia dini sekaligus mengurangi angka pengangguran.



INOVASI PENDIDIKAN DI PAUD INFORMAL, WHY NOT ???

A.     INOVASI KURIKULUM
Kurikulum merupakan seperangkat konsep yang mengatur tentang isi, tujuan dan proses pendidikan yang akan dilaksanakan. Konsep yang diatur dalam kurikulum bersifat tidak kaku dan stagnan melainkan suatu gagasan yang dinamis dan progresif, terutama dalam memenuhi kebutuhan perkembangan anak pada berbagai aspek, kondisi perubahan sosio-antropologis dan ilmu pengetahuan serta teknologi, khususnya dalam bidang ilmu pendidikan dan/atau pembelajaran. Atas dasar itu, perlu diupayakan pemahaman dan sosialisasi perlunya pengembangan model kurikulum inovatif yang dapat memenuhi kebutuhan pendidik anak usia dini yang menyelenggarakan pendidikan pada berbagai lingkungan pendidikan keluarga (informal), masyarakat (nonformal) dan sekolah (formal).
Pengembangan model kurikulum inovatif diarahkan untuk membantu pendidik anak usia dini dalam merancang model kurikulum, khususnya pada proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan dan karakteristik perkembangan anak. Melalui upaya ini diharapkan akan memberikan pencerahan pada pendidik anak usia dini untuk mengembangkan variasi proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan anak memperoleh sejumlah pengalaman belajar secara langsung (real learning), bermakna (meaningfull) dan konstruktif.
Adapun tujuan pengembangan model kurikulum inovatif PAUD dengan model pembelajaran berbasis alam disusun sebagai panduan praksis pembelajaran pada anak usia dini sesuai dengan karakteristik dan tahapan perkembangannya. Secara spesifik, panduan ini diarahkan untuk :
1.       Memberikan guideline bagi pendidik dan stakeholder lainnya dalam melaksanakan pendidikan pada anak usia dini khususnya dalam melaksanakan proses pembeljaran berbasis alam .
2.       Memberikan panduan kepada guru atau tutor dalam memahami konsep falsafah pendidikan yang menjadi dasar kerangka berpikir dan bertindak secara praksis dan profesional.
3.       Membantu pendidik dalam merancang dan mengembangkan proses pembelajaran pada anak usia dini yang memungkinkan tejadinya moving melalui sumber belajar yang berbasis alam.
4.       Membantu guru menyesuaikan pratik pembelajaran pada anak usia dini sesuai dengan falsafah pendidikan yang mendasarinya.

B.     INOVASI ALAT PERMAINAN EDUKASI/APE
Pada tahun 1972 Dewan Nasional Indonesia untuk kesejahteraan sosial memperkenalkan istilah Alat Permainan Edukatif (APE). APE merupakan perkembangandari proyek pembuat buku keluarga dan balita yang dikelola oleh Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita. Karena keberhasilan proyek tersebut APE digunakan diseluruh wilayah Indonesia melalui program-program BKKBN dan ibu-ibu PKK.
Alat permainan edukatif sangat dibutuhkan oleh anak usia dini, karena dunia anak identik dengan dunia bermain. Oleh karena itu, untuk mendukung perkembangan anak yang optimal dibutuhkan alat permainan edukasi yang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Selain itu penggunaan APE yang bervariasi membuat anak menjadi senang dan bisa berexplorasi dengan pembelajaran sesuai tema.
Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik sebelum memasuki masa-masa sekolah, karena bermain merupakan cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Pada prinsinya, bermain mengandung rasa senang dan tanpa paksaan serta lebih mementingkan proses dari pada hasil akhir. Perkembangan bermain sebagai cara pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan umur dan kemampuan anak didik, yaitu berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih besar) menjadi belajar sambil bermain (unsur belajar lebih banyak). Dengan demikian, anak didik tidak akan canggung lagi menghadapi cara pembelajaran di tingkat-tingkat berikutnya (Depdikbud, 1999:3).
Pembelajaran dengan bermain itulah sebenarnya  proses belajar-mengajar yang diharapkan di dunia pendidikan anak usia. Namun demikian, realitas di lapangan, ada kecenderungan proses belajar-mengajar pada anak-anak usia dini sudah berubah menjadi pembelajaran Sekolah Dasar kelas I (satu). Kegiatan seperti ini sangat tidak diharapkan karena dikhawatirkan pada saat anak memasuki pendidikan formal timbul kejenuhan yang akan menggangu keberlangsungan proses pembelajaran pada tahap berikutnya. Oleh karena itu, seorang Tutor PAUD hendaknya mampu memilih, menentukan dan memanfatkan alat permainan edukatif tersebut, selain harus memperhatikan kematangan atau tahap perkembangan anak didik, kesesuaian alat bermain serta metode yang digunakan, juga harus mempertimbangkan waktu, tempat serta teman bermain
Pembuatan APE sebenarnya mudah sekali asal kita cermat dan teliti, bahkan kita juga bisa mendapatkan atau membuat alat tersebut dengan bahan yang murah yang ada di saekeliling kita, bahkan dari bahan yang tadinya sampah hingga berjual ekonomis yang tinggi yang penting kita bisa memenejnya dengan baik dan seorang tutor harus kreatif.
Dalam proses perkembangan anak melalui bermain, akan ditemukan istilah sumber belajar (learning resources) dan alat permainan (educational toys and games). Mayke (1966) mengatakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya.
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembang-kan imajinasi pada anak. Pemahaman mengenai konsep bermain sudah barang tentu akan berdampak positif pada cara guru dalam membantu proses belajar anak. Pengamatan ketika anak bermain secara aktif maupun pasif, akan banyak membantu memahami jalan pikiran anak dan akan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pada saat bermain di pos PAUD para tutor perlu mengetahui saat yang tepat untuk melakukan atau menghentikan intervensi. Apabila tutor PAUD  tidak memahami secara benar dan tepat, hal itu akan membuat anak frustasi atau tidak kooperatif dan sebaliknya. Melalui bahasa tubuh si anak pun kita sudah dapat mengetahui kapan mereka membutuhkan kita untuk melakukan intervensi.
Alat Permainan Edukatif (APE) berupa :
F  Boneka dari kain
F  Balok bangunan besar polos
F  Menara gelang segi tiga, bujur sangkar, lingkaran, segi enam
F  Tangga kubus dan tangga silinder
F  Balok ukur polos
F  Krincingan bayi
F  Gantungan bayi
F  Beberapa puzel
F  Kotak gambar pola
F  Papan pasak 25
F  Papan pasak 100
F  dan lain-lain
 
C.     INOVASI SUMBER BELAJAR
AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan dengan dengan cara yaitu dilihat dari keberadaan sumber belajar yang direncanakan dan dimanfaatkan.
Sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru (Sudono, 2000:7).
Hamalik (1994:195), menyatakan bahwa sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya, untuk memudahkan belajar.
Mudhofir (1992:13) menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, filmstrip, kaset, videocassette, dan lain-lain).
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guru maupun siswa dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut.

  1. Macam-macam Sumber Belajar
AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan menjadi dua, yakni sumber belajar yang sengaja direncanakan dan sumber belajar yang dimanfaatkan. Penjelasan kedua hal tersebut sebagai berikut:
1)      Sumber belajar yang sengaja direncanakan (by design) yaitu semua sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2)      Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasi, dan digunakan untuk keperluan belajar (Satgas AECT, 1986:9).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa sumber belajar merupakan salah satu komponen sistem instruksional yang dapat berupa: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar (lingkungan). Sumber belajar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pesan, adalah pelajaran/informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti, dan data.
b.       Orang, mengandung pengertian manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Tidak termasuk mereka yang menjalankan funsgi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.
c.        Bahan, merupakan sesuatu (bisa pula disebut program atau software) yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri.
d.       Alat, adalah sesuatu (biasa pula disebut hardware) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan di dalam bahan.
e.        Teknik, berhubungan dengan prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.
f.         Lingkungan, merupakan situasi sekitar di mana pesan diterima (Mudhoffir, 1992:1-2). Semiawan (1992:96) menyatakan bahwa sebenarnya kita sering melupakan sumber belajar mengajar yang terdapat di lingkungan kita, baik di sekitar sekolah maupun di luar lingkungan lembaga PAUD. Betapapun kecil atau terpencil, suatu lembaga penyelenggara pendidikan anak usia dini, sekurang-kurangnya mempunyai empat jenis sumber belajar yang sangat kaya dan bermanfaat, yaitu:
1)      Masyarakat desa atau kota di sekeliling PAUD.
2)      Lingkungan fisik di sekitar PAUD.
3)      Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun kalau kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar.
4)      Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik perhatian siswa. Ada peristiwa yang mungkin tidak dapat dipastikan akan terulang kembali. Jangan lewatkan peristiwa itu tanpa ada catatan pada buku atau alam pikiran siswa.
Secara umum, sumber belajar dapat berupa:
a)      Barang Cetak, seperti kurikulum, buku pelajaran, Koran, majalah, dan lain-lain.
b)      Tempat, seperti: sekolah, perpustakaan, museum, dan lain-lain.
c)       Nara sumber/orang, seperti: guru atau tutor, tokoh masyarakat, instruktur, dll.
Jenis-jenis sumber belajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dalam proses belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian hasil belajar peserta didik pada dasarnya merupakan interaksi antara komponen sistem instruksional dengan peserta peserta didik.

  1. Tujuan dan Fungsi Sumber Belajar  Penggunaan sumber belajar bertujuan untuk:
1)      Menambah wawasan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru,
2)      mencegah verbalistis bagi siswa,
3)      mengajak siswa ke dunia nyata,
4)      mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik, dan
5)      mengembangkan berpikir divergent pada siswa (Semiawan, 1992:97)

Pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu akan menambah wawasan pengetahuan siswa. Melalui sumber belajar, pemahaman siswa mengenai suatu materi pelajaran akan bertambah. Hal tersebut sekaligus akan mencegah verbalistis bagi siswa. Dengan pemanfaatan sumber belajar maka siswa tidak hanya mengetahui materi pelajaran dalam bentuk kata-kata saja, namun secara komprehensif akan mengetahui substansi dari materi yang dipelajari.
Sumber belajar juga bertujuan mengajak siswa ke dunia nyata. Dalam pengertian, siswa tidak hanya berada dalam bayangan-bayangan suatu materi akan tetapi melalui sumber belajar, siswa langsung dihadapkan ke dunia nyata, yaitu suatu situasi yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran.
Pemanfaatan sumber belajar juga bertujuan mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik. Dalam pengertian, melalui pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu proses belajar-mengajar lebih aktif dan interaktif. Hal menarik yang dapat dijumpai ketika guru memanfaatkan sumber belajar adalah adanya interaksi banyak arah, yakni antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan guru.
Berpikir divergent merupakan suatu aktivitas berpikir di mana siswa mampu memberikan alternatif jawaban dari suatu permasahalan yang dibahas. Melalui pemanfaatan sumber belajar diharapkan siswa mampu berpikir divergent.
Adapun fungsi sumber belajar sebagai:
1)      sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan.
2)      mengeratkan hubungan antara siswa dengan lingkungan
3)      mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa,
4)      membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna (Semiawan, 1992:100).
Keterampilan memproses perolehan mengacu pada sesuatu yang dapat diperoleh ketika guru memanfaatkan sumber belajar. Oleh karena itu, fungsi sumber belajar sebagai sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfaatkan sumber belajar. Dalam pengertian, ketika guru memanfaatkan sumber belajar sudah barang tentu harus ada sesuatu yang dapat diperoleh oleh siswa.
Fungsi sumber belajar lainnya adalah mengeratkan hubungan siswa dengan lingkungan. Hal tersebut berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar yang dilakukan guru. Semakin guru memanfaatkan sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekitar, maka siswa semakin dekat dengan lingkungannya.
Pengalaman dan pengetahuan siswa akan materi pelajaran yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, keberadaan sumber belajar berfungsi untuk mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa. Melalui pemanfaatan sumber belajar, maka pengalaman dan pengetahuan siswa akan lebih berkembang.
Fungsi sumber belajar yang membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna, berhubungan dengan aktivitas guru dalam memanfatakan sumber belajar. Melalui pemanfaatan sumber belajar yang tepat, maka guru dapat membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna. Artinya, guru mampu mengelola proses belajar-mengajar yang berpusat pada siswa, bukan proses belajar-mengajar yang berpusat pada guru.
  1. Cara Mengembangkan Sumber Belajar
Dalam proses belajar-mengajar, terdapat berbagai macam komponen yang saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Salah satu komponen yang berpengaruh dalam mewujudkan tujuan pembelajaran adalah sumber belajar. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang dirumsukan, maka guru perlu mengembangkan sumber belajar.
Pengembangan sumber belajar sangat diperlukan guru untuk menambah wawasan dan pengetahuan guru dalam mengelola proses belajar-mengajar agar lebih bermakna. Cara mengembangkan sumber belajar perlu mengacu pada materi pelajaran yang hendak dikembangkan.
Depdikbud (1990/1991:329), menguraikan beberapa cara yang harus dilakukan oleh guru dalam mengembangkan sumber belajar yaitu:
1)        Mempelajari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
2)        Identifikasikan kemampuan-kemampuan yang hendak dikembangkan dalam menunjang pencapaian Tujuan Pembelajaran Umum (TPU).
3)        Menentukan kedalaman dan keluasan pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan dijabarkan dalam mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
4)        Menentukan strategi belajar-mengajar yang paling efektif untuk mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). \
5)        Menentukan perlu tidaknya sumber belajar dalam kegiatan belajar-mengajar.
6)        Memeriksa apakah sumber belajar yang diperlukan tersedia di sekolah atau di lingkungan.
7)        Jika sumber belajar yang diperlukan tidak tersedia, usahakanlah pengadaannya. Jika tersedia periksa apakah masih berfungsi, jika tidak berfungsi usahakan pengembangannya agar berfungsi lagi.
8)        Laksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan sumber belajar secara tepat, sehingga mengoptimalkan pencapaian tujuan.
  1. Kriteria Penggunaan Sumber Belajar
Beberapa kriteria penggunaan sumber belajar, menurut Dick and Carey (1985:15-25) antara lain sebagai berikut :
1)      Analisis karakteristik peserta didik, dalam pengertian sumber belajar yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik peserta didik.dan isi materi pengajaran serta penyajiannya.
2)      Sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya penggunaan sumber belajar perlu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan, baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
3)      Sesuai dengan materi pelajaran, artinya sumber belajar yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan materi pelajaran.
4)      Kemanfaatan sumber belajar bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran, dan dalam penggunaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan guru.
5)      Sumber belajar harus menimbulkan tanggapan bagi peserta didik. Oleh karena itu guru perlu memberi semangat kepada peserta didik untuk memberikan tanggapan terhadap materi pelajaran melalui sumber belajar yang diterima.

  1. Tujuan Bermain dan Alat Permainan
Tujuan bermain dengan alat permainan adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi sehingga mereka memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep, misal konsep sama, lain, terhadap suatu bentuk warna. Mengingat pentingnya tujuan bermain tersebut maka pemahaman akan fungsi suatu alat permainan menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan. Ketepatan ukuran serta warna harus jelas, misal warna hijau. Kita belum perlu mengenalkan anak berbagai warna hijau seperti hijau tosca, hijau lumut, atau hijau lainnya.
Konsep warna yang perlu kita kenalkan secara dini adalah adalah warna baku seperti warna merah, putih, hitam, ungu, coklat, kuning, hijau, biru. Alat permainan yang menunjang proses belajar bukanlah berpatokan pada tinggi rendahnya harga, melainkan ketepetan/keakuratan konsep yang akan kita perkenalkan pada anak dan aman untuk keselamatan mereka.

D.    INOVASI PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR DAN ALAT PERMAINAN
Banyaknya sumber belajar dan alat permainan yang ada di PAUD mensyaratkan tutor atau guru dapat  mengelolanya secara efektif dan efisien. Cherry Clare menyatakan bahwa untuk memotivasi anak menyukai belajar sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Oleh karena itu pengelolaan alat permainan pada khususnya dan sumber belajar pada umumnya ditata rapi dan menarik sehingga dapat dinikmati dan dirasakan oleh anak.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru manakala mengelola sumber belajar dan alat permainan, yakni:
1.       Perencanaan
Hal-hal yang terkait dengan perencanaan meliputi:
(1)   jumlah dan usia anak
(2)   menerapkan sistem pengajaran untuk pembiasaan perilaku
(3)   keuangan, dan
(4)   persiapan ruangan.
2.       Pengadaan
Ruang lingkup pengadaan meliputi:
(1)   pemahaman tentang alat-alat permainan,
(2)   alat permainan yang ada di dalam ruangan, dan
(3)   alat permainan di luar ruangan.
Alat permainan yang selalu ada di ruang PAUD adalah:
·         Balok besar polos atau berwarna
·         Balok kecil polos atau berwarna
·         Balok yang terbuat dari kardus
·         Balok bersusun yang terdiri dari balok yang ukurannya besar sampai dengan kecil
·         Balok cuissenaire yaitu balok sepuluh tingkat dari 1-10cm
·         Balok kubus yang berukuran 2 cm2
·         Keping-keping kayu dengan bentuk geometri
·         Keping-keping kayu dengan beragam bentuk, ukuran, dan warna
·         Mozaik kubus yaitu balok kubus berisi 4cm dengan desain di atas bidangnya
·         Mozaik bebas yaitu keping bentuk geometri untuk mencipta desain
·         Mozaik terbatas di atas papan berukuran
·         Mozaik dari karton tebal
·         Papan pasak 25, yaitu papan yang berlubang 25 dengan 25 buah pasak
·         Papan pasak 25 dari rendah ke tinggi, yaitu papan yang berlubang 25 dengan 25 buah pasak dari rendah ke tinggi
·         Papan geometri yaitu papan yang berisi empat bentuk, seperti bujur sangkar, lingkaran
·         Papan matematika bentuk kerucut, limas, kubus, silinder 3 dimensi, papan hitung 1-5,  dan papan hitung 1-10
·         Papan warna yaitu papan dengan sembilan warna
·         Menara gelang lingkaran, segitiga, bujursangkar, segi enam berwarna hijau, merah, biru, kuning
·         Tangga kubus dan silinder yaitu papan dengan 5 tongkat dan butir manik-manik besar berbentuk silinder dan kubus
·         Meronce, berbagai bentuk butir manik-manik ukuran besar
·         Puzel dengan jumlah potongan satu sampai dua puluh lima
·         Berbagai bentuk papan yang berlubang untuk menjahit
·         Tidak kalah penting alat permainan yang berbentuk media
·         Gambar benda-benda yang berhubungan dengan tema kegiatan yang mungkin akan dimunculkan
·         Permainan papan (game boards)yang akan di gunakan untuk mendalami berbagai konsep
·         Berbagai bentuk huruf dan bilangan
·         Gambar-gambar untuk mendukung bertemunya suara awal dan akhir
·         Berbagai model bentuk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan
·         Papan permainan yang berisi gambar yang sama, sejenis, atau berpadanan (lotto gambar)
·         Gambar-gambar tentang tema yang dapat menarik minat anak, misalnya gambar rumah, sekolah, rumah sakit, lapangan terbang, stasiun, terminal bis, pemandangan gunung, pantai atau hutan
·         Gambar berbagai profesi yang ada di masyarakat:
Ø  Peralatan utama dipergunakan oleh berbagai profesi di masyarakat, seperti stetoskop  untuk dokter gigi, topi polisi, mobil pemadam kebakaran, kamera, jaring bagi nelayan ikan, gergaji untuk tukang kayu, palu, gunting, untuk tukang pangkas rambut, selendang penari, topeng bagi penari
Ø  Gambar berbagai alat musik seperti pianika, piano, suling, gitar, alat perkusi, kastanet seperti tambur, gendang, simbal, gamelan, marakas, organ
Ø  Berbagai alat musik berekspresi dan melakukan berbagai keterampilan seperti kuas, cat air, lilin, plastilin, dan tanah liat
Ø  Alat bermain seperti kantung biji, bola, tali, ban mobil, bola kecil, berbagai boneka tangan, boneka orang, boneka binatang
Ø  Perabot rumah tangga berukuran kecil seperti lemari, kompor, lemari dapur atau lemari hias.
·         Alat permainan yang berada di luar ruangan meliputi:
Ø  Papan jungkit dalam berbagai ukuran
Ø  Ayunan dengantiang yang tinggi maupun ayunan kursi
Ø  Bak pasir dengan berbagai ukuran
Ø  Bak air yang bervariasi
Ø  Papan peluncuran
Ø  Bola dunia untuk panjatanak
Ø  Tali untuk melompat
Ø  Terowongan yang terbuat dari gorong-gorong
Ø  Titian yang beragam tinggi dan lebar
Ø  Bola keranjang dengan bola yang terbuat dari kain
Ø  Ban mobil bekas untuk digulingkan
Ø  Kolam renang dangkal sebagai pengenalan berenang (bila memungkinkan)
3.       Penyimpanan dan Pengawetan
Selain penyimpanan yang teratur terhadap alat-alat permainan, juga perlu diperhatikan mengenai tingkat kelembaban ruang udara pada sumber belajar, perpustakaan, atau ruang kelas. Tempat yang lembab dapat menumbuhkan jamur yang akibatnya dapat merusak alat permainan. Untuk menyimpan alat-alat permainan dan buku-buku yang jarang digunakan, kita dapat menggunakan rak atau lemari yang tertutup. Sebaliknya bila alat permainan sering digunakan, dapat disimpan dalam kotak tertutup dan beroda sehingga memudahkan anak untuk membawa atau mendorong ke tempat yang lebih luas untuk bermain.
4.       Penggunaan dan Keteraturan Penggunaan
Dua hal yang perlu diperhatikan pada sub bab ini adalah konsep keselamatan dan keteraturan kerja. Tempat atau lahan ketika anak menggunakan alat permainan sebaiknya dikondisikan sebagai tempat yang memberikan kesempatan pada anak untuk dapat berkonsentrasi dengan baik dan menjadikan anak-anak tersebut menikmati masa belajarnya. Misalnya tempat tersebut cukup luas dan tidak terganggu dengan tempat-tempat alat permainan lainnya yang mengganggu alur kerja mereka yang memungkinkan mereka juga akan tersandung oleh rak atau alat permainan lainnya.

5.       Evaluasi
Evaluasi penggunaan dan pengelolaan alat bermain terdiri atas dua tahap yakni pendataan penggunaan dan pendataan cara mengurus alat permainan. Dalam proses pembelajaran sehari-hari dapat kita pantau tingkat kemahiran dan kreativitas anak dalam memainkan alat pembelajarannya. Guru dapat mencatat hasil pantauan itu dengan menggunakan kolom-kolom (chart) yang dapat diisi oleh anak, buku khusus catatan guru, atau kartu yang dikalungi pada leher setiap anak.
Kondisi alat permainan dapat dibedakan atas 3 (tiga) kelompok yaitu:
(1)   kelompok alat permainan yang sudah rusak tapi masih dapat diperbaiki,
(2)   kelompok alat permainan yang tingkat kerusakannya sudah tinggi, dan
(3)   kelompok alat permainan yang sudah waktunya untuk diganti.
Penentuan saat pembetulan alat permainan ini ditetapkan oleh guru sendiri. Meskipun saat terbaik adalah sewaktu liburan kenaikan kelas, tetapi tidak menutup kemungkinan kesempatan itu setiap saat didasarkan pada kebutuhan.

Pengelolaan sumber belajar dan alat permainan di pos PAUD dilakukan tutor dengan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pengawetan, penggunaan dan keteraturan penggunaan alat permainan, evaluasi penggunaan dan pengolaan alat bermain. Masing-masing tahap pengelolaan merupakan satu system yang saling terkait sehingga guru TK yang cerdas perlu mencermati setiap tahap agar semua sumber belajar dan alat permainan dapat berfungsi secara efektif dan efisien.
Dengan demikian, untuk mewujudkan kondisi di mana sumber belajar dan alat permainan dapat berfungsi secara efektif dan efisien, bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, ada baiknya tutor PAUD menjalin koordinasi dan kerjasama dengan  siswa agar mereka terlibat dalam pengelolaan sumber belajar dan alat permainan sehingga siswa PAUD mempunyai rasa memiliki dan menghargai bahwa  segala APE yang ada merupakan kekayaan lembaga yang harus dipelihara.





IMPLEMENTASI INOVASI PENDIDIKAN
DI PAUD INFORMAL
PENGEMBANGAN APE YANG BERSUMBER DARI LIMBAH LINGKUNGAN
DI POS PAUD  “KENANGA”  KOTA BANJAR

APE atau Alat Permainan Edukasi digunakan untuk mendukung kegiatan BERMAIN anak. APE hendaknya disesuaikan dengan usia anak serta rencana kegiatan belajar yang sudah disusun. APE tidak harus yang sudah jadi tetapi dapat dibuat oleh tutor PAUD dengan melibatkan orang tua.
Penggunaan APE baik yang sudah jadi maupun yang dikembangkan sendiri agar memperhatikan hal-hal berikut ini.
1.       Menggunakan bahan yang aman bagi anak (tidak runcing, tajam, atau tidak mengandung zat yang membahayakan keselamatan anak).
2.       Menarik minat anak untuk memakainya.
3.       Dapat dimainkan oleh anak dengan berbagai cara.
4.       Bahan mudah didapat dilingkungan sekitar.
5.       Mendukung tahapan perkembangan anak.
Untuk mempermudah pengelolaan APE yang dimiliki pos PAUD, sebaiknya dikemas dalam tempat atau wadah/kerangjang yang mudah dipindah dan disimpan. APE dalam kemasan tersebut dinamakan “KERANJANG PAUD”.
APE yang menggunakan bahan alam sangat disukai anak-anak dan sangat bagus untuk perkembangan kemampuan anak pada aspek sensorik, gerakan kasar, gerakan halus, bermain peran serta mengembangkan jiwa konstruktif dan naturalis (kecintaan terhadap lingkungan).
APE berbahan alam ini bisa disiapkan oleh tutor atau bekerjasama dengan orang tua, kerana bahannya mudah didapat dan relatif murah, sesuai prinsip kesederhanaan penyelenggaraan pos PAUD.

A.     PROFIL PAUD KENANGA
-          Lokasi dekat dengan pasar Banjar
-          Terdapat banyak pengrajin tempe di sekitar Pos PAUD
-          Mata pencaharian orang tua umumnya bertani
-          Terletak di RW Green and Clean
-          Didirikan pada Bulan Maret Tahun 2009
-          Struktur Organisasi POS PAUD KENANGA
Ketua               : Ika Sartika
Bendahara       : Sari Asih R
Sekretaris        : Tatiek H
Tutor              :
1.       Ika Sartika
2.       Sari Asih
3.       Tatiek
4.       Nany Handayani
5.       Sri Asih Rubiantika

B.     JENIS APE BERSUMBER LIMBAH LI NGKUNGAN YANG DIKEMBANGKAN POS PAUD KENANGGA
-          Ampas kelapa yang diberi warna
-          Limbah kacang kedelai
-          Limbah kacang hijau
-          Sisa pasir di daerah sungai Citanduy
-          Daun daun kering
-          Limbah gabah

C.     PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN APE BERSUMBER DARI LIMBAH ALAM
1.       Tahap Persiapan
-          Tutor bekerjasama dengan orang tua mengobservasi limbah-limbah lingkungan yang dapat dijadikan APE
-          Menentukan jenis-jenis limbah yang akan dijadikan APE dalam pembelajaran
-          Mengumpulkan dan mencuci bersih limbah-limbah tersebut.
-          Menyiapkan APE yang bersumber dari limbah lingkungan sekitar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
2.       Tahap Pelaksanaan
-          Tutor melaksanakan kegiatan awal pembelajaran
-          Tutor memperkenalkan jenis limbah yang digunakan serta sumber limbah tersebut dan manfaatnya bagi kehidupan
-          Tutor menjelaskan petunjuk pengembangangan APE yang bersumber dari limbah
-          Tutor membagikan kertas HVS
-          Siswa menggambar bebas dengan bimbingan tutor
-          Tutor menempelkan lem kayu pada gambar
-          Siswa menempelkan limbah alam yang sudah disiapkan pada gambar
3.       Tahap Evaluasi
-          Siswa yang sudah selesai menempel memberikan hasil pekerjaannya kepada tutor
-          Tutor memberi tanggapan positif terhadap hasil pekerjaan siswa

D.    KELEBIHAN PENGGUNAAN APE YANG BERSUMBER DARI LIMBAH LINGKUNGAN
-          Bahan mudah didapat
-          Harganya relative murah bahkan gratis
-          Mengembangkan sikap cinta tanah air
-          Mengembangkan peduli dan cepat tanggap terhadap perubahan lingkungan.

E.     KELEMAHAN PENGGUNAAN APE YANG BERSUMBER DARI LIMBAH LINGKUNGAN
-          Tidak tahan lama
-          Bentuk hasil karya siswa agak terbatas

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS